Selasa, 30 September 2014

CINTA DAN KEBEBASAN (Kumpulan Puisi 1 Nara Sambulawa)

SAJAK JATUH CINTA

Jika engkau sedang jatuh cinta
Engkau tengah merajut masalah
Mencaburkan diri dalam fakta transendensi
Menyebrang melampaui ke-ego-an diri

Jatuh cinta bukan sekadar perkara
Luapan gelora gairah semata
Bukan pula sebatas ekspansi naluri
Yang sarat tendensi kenikmatan diri

Mencintai itu bukan mengurai logika
Sebab jika engkau memiliki rasa cinta
Satu ditamba satu bukan lagi dua
Satu ditamba satu menjadi satu, itulah kita

Ini bukan kidung kematian rasionalitas
Sajak ini tercetus atas realitas
Bahwa cinta memiliki spritualitas
Pemberian diri untuk sebuah integritas***

SUARA PENCINTA KEBEBASAN

Sorot matamu
menggugat adaku
mengekang kebebasanku
merenggut hidupku

Pada sorot matamu
Aku itu sesuatu
Ah! sesuatukah Aku?
Sedangkan Aku bernafas dengan paru-paruku
Bendakah Aku?
Sedangkan Aku berpikir dengan akalku
Obyekkah Aku?
Selagi Aku memberontak dengan rasioku

Pada sorot matamu
Aku bukanlah Aku
jika Aku takluk menjadi sesuatu
bagimu

Sorot matamu
Itu neraka bagiku
membakar, menyulut geramku
Hey Kau!
Kau tak dapat mencabut Aku
dari ke-aku-anku***


CINTA

Cinta itu elaborasi
Hasrat dua pribadi
Yang bergerak keluar dari diri
Membiarkan diri menjadi
Pemberian bagi yang lain
Plenitudo perjumpaan dua hati***


DAMAI WAJAHMU

Di lembut paras wajahmu
Kutemukan nada nyanyian
Alunan lagu untuku dan untukmu
Tentang keharmonisan

Goresan perdamaian
Tat kala hidup berlabu
Pada nuansa ketakpastian***



KUMBANG TAHI

Suatu pagi yang cerah
Seorang bocah melintasi stapak
penuh semangat, kaki telanjangnya menapak
melewati kali, pematang sawah, dan semak
Kesehariannya. kaki kecilnya begitu lincah

Di ujung pematang sawah, sejenak ia berhenti
Menatap garang pada seekor kumbang tahi
Yang hinggap pada sebatang jerami padi
Hati kecilnya serasa tertantang dengki
Sekuat tenaga diayunkannya kaki
Menyambar, menyepak si kumbang tahi

Kumbang tahi yang malang
Pada lumpur sawah ia terkapar tak berdaya
Tak mampu lari beranjak lantaran terlentang

Dan si bocah tertawa pongah
Pada kumbang tahi yang begitu rapuh dan lemah***




KIDUNG HATI YANG TERTAWAN

Aku terperangkap pada pesonamu
Bayangan akan wajahmu menawanku
pada rindu tak bertepi
Hasrat jiwa menggelora mendesak
Ingin mengulangi perjumpaan itu
Tapi Kefanaan raga tak mungkin membawaku kembali

Sesal tiada hentinya mendera sukma
Menghujat diri yang membiarkan saat itu berlalu
Tanpa tanya atau sekadar basah basih

Ah, anganku tak berdaya menyangkal
Hadirmu dalam indah riak suaramu nan lembut
Selembut paras wajah yang coba kulukis
Bersama serpihan kenangan yang sempat terpatri
dan akan selalu kusimpan
Sampai sebaris pinta ini kan terjawab
Katakan namamu, atau apa pun yang sanggup menamakan adamu...***


JIWA DALAM GELAP

Deru hujan menghujam atap
Riuh derap irama meratap
Bak mengujat hati sunyi nan gelap
Hawa dingin, tangan kaki tergoda merapat
Membelenggu jiwa yang takut dalam pekat
Angan beku dalam gelisah tiada sarat
Lantas mengusung kuk berat
Akankah mentari yang tenggelam diufuk barat
Esok kembali merekah memancar rahmat?***



SOPHIA: Ini Kisah dan Tanyaku tentang CINTA

              Hari yang indah, Sophie. Hari indah. Kata yang sempat terucap di ujung hari ini. Sembari meneguk kopi di sore ini, secuil senyum di bibir, mata sedikit menerawang, ekspresi wajah yang romantis. Hahaha...Jika kau sempat melihat, pasti kau terheran-heran dan menebak-nebak Sophie; "apa kiranya yang melayang dalam benaknya?" Kuceritakan. Aku sedang menghadirkan kembali kisah indah siang ini. Tak sebegitu menarik, kisah yang biasa saja. Namun kalau hatimu sempat tersentuh, janganlah akalmu memikirkan ini rekaan. Aku tidak mereka-reka, atau berkhayal, sekiranya sempat diabadikan pada gambar, aku pasti membagikan untukmu juga. Saat ragaku merasakan gerahnya sengat matahari, tatkala aku meluncur di jalanan dengan sepeda pancalku siang ini, aku merasakan kelelahan, lalu memutuskan untuk sejenak beristirahat di bawah sebuah pohon di samping lapangan. Sejenak kesejukan terasa mengalir di sekujur tubuh, terimakasih TUHAN, angin segar ini membuatku sempat berpikir betapa baiknya Engkau.

            Sungguh, Sophie, mataku tak bisa berganti arah, saat menangkap pemandangan di ujung jalan itu: sepasang kekasih sedang berjalan ke arahku (entahlah, sepasang kasih atau mereka hanya berteman, yang pasti yang aku lihat adalah seorang laki-laki berjalan sambil bergandengan tangan dengan seorang perempuan). Makin lama, makin mendekat, dan makin jelas. Aku sedikti terperangah, mata bersinar, tak berhenti menatap kedua insan itu. Tangan si cowok dengan setia terus menggandeng tangan ceweknya. Aku pun tak menyiakan sedetik pun untuk tidak terus menatap anugerah itu. Aku terkejut ketika keduanya menyapaku dengan ramah, dan pasti tertarik dengan caraku menatap mereka. Perasaan senang sepertinya merangsang kakiku untuk berdiri dan dengan sopan balas menyapa. Aku berusaha bertanya; “kemana mbah, mbok?” Dan mereka menjawab dengan senyum keramahan, dan mungkin kemudian tampaknya bertanya balik; Aku tidak mengerti, bahasa kami berbeda. Tapi guratan senyum dan keramahan, serta keceriaan yang tampak terlukis indah di wajah mereka, sungguh membuatku terkagum-kagum, tersenyum dan tak pernah memalingkan tatapanku, sambil mereka terus berjalan lewat. Rasa penasaran dan kekaguman yang besar mendorongku untuk mengikuti langkah mereka yang sudah gontai dan perlahan, karena memang usia yang sudah uzur. Tangan si Opa tak pernah lepas, dan si Oma pun mengiktui tuntunan si Opa. Aku berpikir; betapa lestarinya kemesraan itu; pasti dibangun atas kesetiaan yang besar. Guratan kerut wajah mereka seperti tiada ekspresi duka. Sungguh menyiramkan suatu kesegaran bagi jiwaku. Keramahan yang terpancar seperti angin segar yang lebih menyejukkan dari angin di bawah pohon itu. Lama juga langkah-langkah tua itu bergerak. Aku terus berjalan mendahului mereka, berucap permisi sebentar, lalu melemparkan senyum, dan terus berjalan. 

            Di sudut lapangan itu. Suatu pemandangan yang lain sama sekali. Selang beberapa detik dan beberapa meter dari pristiwa indah tadi, aku menyaksikan peristiwa yang lain sama sekali. Mungkin pembalikan atau memang lain sama sekali dari dugaanku. Tetapi dari apa yang tampak itu, sedikit memberi gambaran bagiku, apa sebenarnya yang terjadi. Seorang cewek duduk di atas speda motor. Dalam jarak yang cukup dekat, saya melihat cewek itu menyeka matanya dengan jilbabnya, berkali-kali. Ia menangis. Mungkin. Dan di sebelahnya berdiri seorang cowok, yang kelihatan nya marah-marah (atau mungkin tidak). Ia menggerakkan tangannya, dan berbicara dengan suara yang keras. Aku tidak bisa menagkap makna dari pembicaraan itu, sepertinya ia berbicara dalam bahasa jawa. Aku merasa tak nyaman untuk berhenti, berlama-lama di situ, suasananya memang lain dari yang tadi. Aku terus berjalan, agak tergesa-gesa, suara laki-laki itu makin meninggi. Itu pastilah sebuah pertengkaran hebat.

        Sophie, dalam perjalanan aku merenung, tentang gambaran dua gambaran hidup yang baru saja kusaksikan. Jelaslah itu sebuah pemandangan yang berbeda, seperti peralihan yang kontras babak drama, serentak dan tiba-tiba, dari klimaks ke antiklimaks. Apakah memang agar cinta itu mampu memadukan dua insan dalam keharmonisan mesti melalui pergulatan pada ranah antitesis dari prinsip-prinsip cinta? Aku tidak sedang menggugat, aku sedang mencari, dan tentu mengharapkan jawaban pasti.***



SOPHIA: Menafsir Gerak Daun Jatuh
              Di ujung tangga, Sophia, gadis belia nan molek duduk menengadah, menatap nanar pada langit senja. Seakan ia tak percaya pada panorama mega memerah sebagai pertanda pulangnya sang mentari ke rahim bumi. Seraya menopang dagu mungilnya dengan tangan kanannya, keningnya mengerut, mengisyaratkan pergulatan akalnya mencari jawab atas segudang tanya terjawab - yang terus berkecamuk bagai badai dalam benaknya. Tatapan mata yang kian nanar, beralih hampa, dan makin kosong. Tak sediikit pun ia bergeming dan beralih hasrat pada semilir senja yang menerpa wajah dan menyibak-nyibak rambutnya. Terkejut ia seketika. Gemersik dedaunan dan derit dahan pepohonan memanggilnya tuk sejenak menoleh ke pekarangan rumah. Ah, tak ada sesuatu yang luar biasa di sana, hanya aksi nakal angin jenaka yang mengusik pepohonan. Dalam tatapan hampa yang banal itu, raut wajah Sophia seketeika berubah, matanya melotot dan berbinar, terpanaha menyaksikan tarian sehelai daun yang jatuh.

Gerak jatuh yang lembut. Gemulai tarinya menggetarkan hati, menyulut api hasrat jiwa untuk ikut berpadu gerak. Tunggu. Itu tak adil. Bukankah kenyataan daun yang jatuh mengatakan keterpisahan dengan ranting sekaligus kematian bagi sehelai daun itu? Tapi tari jatuhnya nan gemulai tak sedikit pun mengisyaratkan aroma duka perpisahan dan kematian. Perlahan-lahan gerak gemulai tari jatuhnya semakin gesit, dan akhirnya dengan hentakan kasar ia terkapar di atas tanah, tergeletak tak berdaya di antara beribu daun tua yang mulai membusuk. Ah, daun muda nan indah, tak ayal lagi nasib akan seperti daun-daun tua itu, berubah jelek kecoklatan. Mengapa engkau mengiringi kematianmu dengan tarian sukacita? Tidak engkau paham bahwa engkau akan hancur membusuk pada tanah dan akhirnya menjadi humus. Humus. Ya, humus. Tempat para cacing jalang menjijikkan itu bermukim dan beranak pinak.

Hati kecil Sophia mengutuk kebodohan daun-jatuh itu. Ia muak dengan kata yang terakhir itu; Humus, Rumah para cacing yang paling membuatnya merasa jijik. Tetapi, bukankah humus itulah yang menyuburkan pohonnya? Seketika keningnya mengerut, melawan bahasa fana bibir mungilnya yang mencibir jijik. Ya, humus, humus yang timbul dari dedaunan yang jatuh adalah jaminan kesuburan bagi pohonnya. Oh, daun-jatuh, gerak tarimu adalah gerak kebebasan penuh sukacita. Jatuhmu bukan keterpisahan, keterhempasanmu bukan hampa makna. Tak mungkin tidak, engkau tengah bernarasi tentang totalitas pemberian diri. Tentang Cinta dan kesejatian maknanya.

Eureka!!! Hati kecil Sophia spontan bersorak. Sumringah wajah ayu mengukir senyum kepuasan. Eureka!!! Hati kecilnya lagi-lagi bersorak. Narasi pengorbanan sehelai daun yang jatuh adalah tentang memberi diri; tentang cinta. Narasi cinta itu kini terukir pada lembut paras wajahnya.***






1 komentar:

  1. 1xbet korean sports betting, deposit bonus codes
    1xbet korean sports betting, deposit bonus codes, 1xbet korean 1xbet korean sports betting, deposit bonus codes, 1xbet korean 샌즈카지노 sports betting, bonus codes, 1xbet korean sports 메리트 카지노 고객센터 betting,

    BalasHapus